Mengenali Alat Musik Tradisional MinangKabau





By : @GemaFebrian

Sanak sakampuang dan sanagari di zaman yang serba modern ini pasti kita semua sudah banyak yang mengetahui tentang alat musik yang update saat ini, tapi untuk alat musik tradisional terutama alat musik minang kita masih banyak yang belum mengetahuinya. Alangkah baiknya jika kita semua sebagai kaum muda di bumi minang yang kita cintai ini mengenali juga beberapa alat musik tradisional minang.
Saya akan coba menshare beberapa data dan fakta mengenai alat musik tradisional minang, untuk saat ini saya akan membahas mengenai talempong.

            Dunsanak sekalian pasti sudah mengetahui apa itu talempong kan? Tapi di zaman yg sudah serba modern ini banyak anak muda minang yang sudah melupakan talempong. Banyak anak muda minang saat ini lebih memilih untuk belajar nge-Band dibandingkan belajar  talempong yang mereka pikir itu adalah permainan kampungan. Bermain alat musik modern atau bermain dalam sebuah band itu sah saja dan itu juga perbuatan positif namun alangkah baiknya kita sebagai anak muda minang yang bernalar, berbudaya, dan berseni melestarikan alat musik khas minangkabau ini.
Mungkin saya mulai dari mengetahui apa itu talempong?
Talempong adalah sebuah alat musik pukul tradisional khas suku Minangkabau. Bentuknya hampir sama dengan instrumen bonang dalam perangkat gamelan. Talempong dapat terbuat dari kuningan, namun ada pula yang terbuat dari kayu dan batu. Saat ini talempong dari jenis kuningan lebih banyak digunakan.

Talempong berbentuk lingkaran dengan diameter 15 sampai 17,5 sentimeter, pada bagian bawahnya berlobang sedangkan pada bagian atasnya terdapat bundaran yang menonjol berdiameter lima sentimeter sebagai tempat untuk dipukul. Talempong memiliki nada yang berbeda-beda. Bunyinya dihasilkan dari sepasang kayu yang dipukulkan pada permukaannya.

Talempong biasanya digunakan untuk mengiringi tarian pertunjukan atau penyambutan, seperti Tari Piring yang khas, Tari Pasambahan, dan Tari Gelombang. Talempong juga digunakan untuk melantunkan musik menyambut tamu istimewa. Talempong ini memainkanya butuh kejelian dimulai dengan tangga nada do dan diakhiri dengan si. Talempong diiringi oleh akord yang cara memainkanya serupa dengan memainkan piano.
Talempong adalah alat musik tradisional Minangkabau ada yang terbuat dari kuningan dan ada pula dari kayu dan batu. Talempong berbentuk bundar pada bagian bawahnya berlobang sedangkan pada bagian atasnya terdapat bundaran yang menonjol berdiameter lima sentimeter sebagai tempat tangga nada (berbeda-beda). Musik talempong akan berbunyi jika dipukul oleh sepasang kayu.
Musik talempong kampung cenderung ditransformasikan oleh masyarakat sendiri dan kadang-kadang turut dipengaruhi pemerintah, bahkan melalui kaset-kaset lokal. Sebaliknya kelahiran talempong kreasi, kata sama sekali tidak terkait dengan wacana globalisasi namun wacana modernisasi dan reformasi kebudayaan yang menuntut bentuk baru dengan unsur yang bias dibedakan sebagai yang tradisional dan yang modern.

Walau prosesnya bisa sama tetapi hasilnya lain dan penting dikaji dimensi perubahan yang terjadi pada tingkat lokal. Ironisnya, walaupun sangat modern pada awalnya, namun demikian talempong kreasi tampil sangat kuat dan bergabung dengan baik dengan politik kebudayaan yang hegemonis sehingga sering dikenal dengan seni tradisional.

Semenjak tahun 60-an, beberapa gaya talempong masih eksis hingga sekarang, baik talempong kampung dan talempong kreasi penampilannya masih ada tetapi untuk sebagian masyarakat masih berbeda.Budaya adalah karena sebagai proses dari produk, maka perubahan selalu datang sementara manusia dan tradisinya selalu direposisikan menurut pengaruh baru. Namun menghentikan kenyataan ini sama artinya meniadakan budaya termasuk musik-musik yang dinamis.

Lalu menyangkut revitalisasi jelas memberi kesan bahwa tradisi tersebut harus hidup dan baru dengan jiwa ke-Minangan yang hilang dalam prosesnya.(Source:Wikipedia)

Setelah kita mengetahui apa itu talempong sebaiknya kita juga mengetahui permainan talempong di tiap daerah di Sumatera Barat :

Lain lubuk lain ikannya, lain padang lain belalangnya, lain daerah lain pula kebiasaannya. Setiap daerah punya ciri khas, baik bahasa, seni dan budaya. Barangkali tak salah pepatah mengatakan bahwa “Bahasa menunjukkan bangsa”.

Begitu pula negeri kita, Silungkang. Kita punya Rabona Marapulai, Pidato Adek, kain songket, sapu ijuak, ale-ale dan ulek-ulek, dan lain-lain. Kesenian Silungkang asli yang saat ini tak lagi dapat kita nikmati dan tak mustahil generasi yang saat ini berusia dibawah lima puluh tahun tidak pernah mengenal dan mendengarnya. Kesenian itu adalah “Talempong Botuang dan Ratok Silungkang Tuo” yang lebih dikenal sebagai “Marungguih”.

Talempong Botuang dan Ratok Silungkang Tuo adalah kesenian lama Silungkang yang dahulunya dimainkan oleh kaum ibu di rumah, di sawah atau di ladang untuk sekedar menghilangkan kepenatan setelah bekerja seharian. Biasanya kesenian ini dimainkan di dangau sambil berleha-leha. Syairnya sangat didominasi oleh pantun parosaian dan pantun kerinduan pada anak dan suami tercinta nun jauh di rantau orang (diera tersebut perantau Silungkang jarang sekali yang menyertakan istri dan kalau ada – anak lelakinya – sementara si istri ditinggal di kampung dengan segala penderitaannya – lahir batin – karena tak jarang “mungkin karena terpaksa keadaan” sang suami” Taposo bauma lo” di rantau urang.

Kato rang saisuak : “Lautan sakti rantau batuah”

Perlu diketahui di zaman itu merantau di Sawahlunto atau di Solok saja (yang jaraknya tak menjadikan kita musafir, sudah dianggap merantau).

Di era tahun 50 an “Talempong Botuang jo Ratok Silungkang Tuo”, ini pernah disosialisasikan kepada kerabat muda. Tapi sayang … umurnya pun muda. Sejak tahun 1955, kedua keseninaan itu seperti lenyap ditelan bumi.

Rupanya, nasib masih berpihak pada Silungkang. Saat ini, siapa saja yang ingin menikmati kesenian yang terbuat dari bambu dan dimainkan dengan cara ditabuh tersebut sudah dapat menikmatnya kembali. Hal ini dimungkinkan karena Silungkang masih menyisakan seorang seniman yang masih konsisten untuk tetap memelihara dan melestarikannya. Beliau itu adalah Datuak Umar Malin Parmato.

Bersama Dinas Kebudayaan, Dinas Pendidikan, Dinas Pariwisata Kota Sawahlunto beliau saat ini telah membina sebuah grup kesenian Talempong Botuang jo Ratok Silungkang Tuo, di Sungai Cocang. Dan sudah pula dimasukkan ke dalam pelajaran ekstra kurikuler di SD No. 13 Sungai Cocang.

Kiprahnya cukup membanggakan. Selain penampilan perdananya di Sawahlunto pada acara Pekan Seni dan Budaya, juga telah dipergelarkan pada Acara EXPO 2000 dan Pergelaran Seni dan Budaya se Sumatera Barat di Taman Budaya Padang pada tahun 2001.

Ratok berarti Ratap – maratok artinya meratap – meratapi. Karena pada mulanya kesenian ini memang diperuntukan sebagai sarana untuk meratapi atas meninggalnya seseorang. Caranya dengan menyebut-nyebut sambil mendendangkan bersama-sama oleh para karib kerabat, bako dan tetangga, semua perangai/tingkahlaku si mayit semasa hidupnya hingga wafat.

Lahirlah istilah “Ratok Pertolongan” karena apabila dalam keluarga si mayit tidak ada yang dapat melantunkan Ratok maka harus dimintai tolonglah pada orang/kelompok profesional, dengan membayar sejumlah uang – kira-kira – mungkin seperti “seksi ngangis” pada upacara prosesi kematian orang Tionghoa.

Tahun batuka, musim bagonti (Tahun bertukar, musim berganti). Misi kesenian ini yang pada mulanya hanya untuk meratapi kematian akhirnya berubah. Setelah berganti nama dengan nama menjadi “Marungguih” kesenian ini lebih identik untuk “Baibi-ibo” (mengiba-iba), meratapi nasib dan peruntungan nasib dan peruntungan baik yang tidak berpihak padanya. Kaum muda memanfaatkan Marunguih ini untuk bersenandung ria demi sekedar melepaskan beban rindu dendam yang menyesakkan dada pada sang kekasih. Ini juga perlu diketahui oleh pembaca, bahwa pada zaman itu, bagi sepasang kekasih, jangankan untuk bercengkrama – berpapasan dijalan saja sudah diterima sebagai suatu karunia yang amat besar, laksana mukjizat.

Dengan segala kebersahajaannya, kini grup Marungguih dan Talempong Botuang di Sungai Cocang yang minim peralatan, kostum dan pembinaan ini tetap mencoba untuk tampil dalam setiap event yang ada. Uluran tangan siapa saja sangat didambakan oleh grup ini, agar bisa dipoles sehingga punya nilai jual
TALEMPONG AGUANG / TALEMPONG UWAIAK-UWAIAK

Talempong Aguang atau Talempong Uwaiak-Uwaiak adalah seni tradisi Kabupaten Agam yang sudah mulai langka, seni ini hanya dapat di temui di Enam Koto Kecamatan Tanjung Raya Kabupaten Agam ( Nagari Koto Kaciak, Koto Malintang, Koto Gadang, Paninjauan dan Duo Koto ) dan beberapa daerah di Kecamatan lain seperti Kecamatan Matur dan Palembayan.
Peralatan yang di gunakan pada talempong aguang ini seperti 5 – 6 Buah Talempong , 1 buah Aguang /Gong, Gendang dan peralatan pendukung lain seperti Lesung, Botol atau peralatan dapur lainnya.
Gong (aguang dimainkan dengan menggunakan dua alat penabuh, pertama metal seperti sendok makan atau kayu dan penabuh lainnya adalah buah nangka yang berukuran lebih dari satu kepalan tangan, Pola permainan 1 buah gong dalam ensambel talempong duduak ini membuat pola ritme sendiri yang dapat digunakan hampir untuk semua repetoar. Yang menarik dan spesifik adalah perkimpoian hasil bunyi penabuh sendok dan buah nangka mengesankan ada dua buah gong yang dimainkan.),
Alat musik pengiring yang agak spesifik hadir dalam ensambel talempong Aguang memperkuat ritme gendang dan melodi talempong. Dalam hal ini, ritme Alat musik pengiring sejalan dengan ritme gendang serta melodi talempong. Alat musik botol yang digunakan dalam ensambel lebih bersifat pengatur tempo, sedangkan gong memberi tekanan pada ritme gendang.
Talempong Aguang biasa di mainkan untuk penyemarak Alek Perkimpoian dan ini pun biasaya di mainkan oleh kaum ibu ( Uwaiak – Uwaiak ) sembari memasak di dapur / tungku sambil menunggu nasi dan sambal masak, mereka bergembira sambil menari dan bercanda ria dengan menggunakan properti peralatan dapur menambah riuh permainan talempong aguang ini.
Tiap daerah di Enam Koto mempunyai lagu talempong yang berbeda, seperti Cancang Rabuang, Ratok Tirama, Singgalang Jaya dan lain sebagainya.
Untuk melestarikan seni tradisi ini Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Agam mengadakan festival atau pertandingan Talempong Aguang agar seni ini tidak hilang dan kembali memasyarakat di Kabupaten Agam.

Bahkan seorang peneliti dari amerika melakukan penelitian terhadap talempong, berikut penelitian mereka :
Seorang peneliti dari Illinois, Urbana-Champaign, Amerika Serikat, Jennifer Fraser, B.A. (Hons) MA menilai, musik tradisional Minangkabau `talempong` di kampung-kampung tidak statis tetapi makin berkembang.
“Yang ingin mempertahankan status tardisionalnya justru kalangan akademis, eksekutif, budayawan dengan maksud untuk melanjutkan fantasi idealis sejarah Minangkabau,” kata Jennifer calon PhD University of Illinois, Urbana-Champaign, AS itu, di Padang, Selasa.
Berbicara dalam seminar internasional “Budaya Minangkabau dalam Era Multikultur dan Globalisasi” dengan rencana tesisnya berjudul “Tranformasi Talempong: Politik Kebudayaan dan Estetika,” ia mengatakan, talempong kampung tidak hanya eksis dalam gambaran sejarah, tetapi tetap eksis pada masa kini.
Talempong yang ditelitinya khusus talempong unggan dan talempong kampung. Talempong adalah alat musik tradisional Minangkabau ada yang terbuat dari kuningan dan ada pula dari kayu dan batu.
Talempong ini berbentuk bundar pada bagian bawahnya berlobang sedangkan pada bagian atasnya terdapat bundaran yang menonjol berdiameter lima sentimeter sebagai tempat tangga nada (berbeda-beda). Musik talempong akan berbunyi jika dipukul oleh sepasang kayu.
Menurut dia, musik talempong kampung cenderung ditransformasikan oleh masyarakat sendiri dan kadang-kadang turut dipengaruhi pemerintah, bahkan melalui kaset-kaset lokal.
Sebaliknya kelahiran talempong kreasi, kata Jennifer, sama sekali tidak terkait dengan wacana globalisasi namun wacana modernisasi dan reformasi kebudayaan yang menuntut bentuk baru dengan unsur yang bias dibedakan sebagai yang tradisional dan yang modern.
“Walau prosesnya bisa sama tetapi hasilnya lain dan penting dikaji dimensi perubahan yang terjadi pada tingkat lokal. Ironisnya, walaupun sangat mondern pada awalnya, namun demikian talempong kreasi tampil sangat kuat dan bergabung dengan baik dengan politik kebudayaan yang hegemonis sehingga sering dikenal dengan seni tradisional,” katanya.
Lebih jauh ia mengatakan, semenjak tahun 60-an, beberapa gaya talempong masih eksis hingga sekarang, baik talempong kampung dan talempong kreasi penampilannya masih ada tetapi untuk sebagian masyarakat masih berbeda.
Budaya, kata Jennifer adalah karena sebagai proses dari produk, maka perubahan selalu datang sementara manusia dan tradisinya selalu direposisikan menurut pengaruh baru. Namun menghentikan kenyataan ini sama artinya meniadakan budaya termasuk musik-musik yang dinamis.
“Lalu menyangkut revitalisasi jelas memberi kesan bahwa tradisi tersebut harus hidup dan baru dengan jiwa ke-Minangan yang hilang dalam prosesnya,” katanya.
Ia menambahkan, dengan pengakuan Indonesia adalah negara multikultur yang makin bertambah, seharus juga diakui perbedaan dalam suatu masyarakat.
Talempong memiliki berbagai fungsi dalam kehidupan kita. Berikut beberapa fungsi talempong
Fungsi talempong adalah :


1.      mengiringi sebuah tarian sakral.
2.      pada zaman dahulu dibunyikan ketika akan menyampaikan sebuah pesan pentingdari wali nagari oleh orang suruhannya kepada masyarakat.
3.      dimainkan ketika me ngiringi pasangan pengantin menuju rumah mempelai wanita (bararak).
4.      dimainkan dalam mengiringi tarian silat kampung.
5.      mengiringi tari Batobo. Tari batobo adalah seni pertunjukan tradisional dari daerahKuantanSingingi. Tari Batobo berfungsi sebagai hiburan bagi masyarakat yang bekerja di sawah, atau sebagai ungkapan kegembiraan setelah masa panen tiba. Pola gerak, tata rias, tata busana, dan musik tari, serta pola lantai tari Batobo menggambarkan budaya masyarakat agraris, yang sederhana. Kesederhanaan tersebut menunjukkan bahwa tari Batobo adalah sebuah tari yang mempunyai pola tari yang bersifat kerakyatan

Seiring perkembangan zaman semakin banyak budaya minang yang hampir dilupakan, berikut saya memiliki beberapa contoh budaya yang sudah mulai hilang.

1. Surau Sebagai Pranata Sosial di Minangkabau

Membaca sejarah Minangkabau, maka kita akan menemukan berbagai kekayaan adat dan budaya negri ini. Kearifan adat dan budaya Minangkabau yang dilandasi dengan nilai-nilai keislaman telah menjadi ciri khas negeri ini. Maka salah satu falsafah yang dikenal dari masyarakat Minangkabau adalah Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah (ABS SBK), Syara’ mangato, Adat mamakai. Falsafah ini seolah telah mengukuhkan eksistensi Islam dalam kehidupan sosial bermasyarakatnya, dan menjadi hal yang tak terpisahkan dalam keseharian orang Minang.kata ayah saya….dulu anak laki-laki diminang menjadikan surau sebagai pelanta (tempat berdiskusi,mencari ilmu,ddl) bahkan tidurpun di surau namun pada era globalisasi sekarang ini budaya duduk di surau sudah mulai hilang,sebagian dari mamak dan pemuda minang lebih suka duduk di “lapau” (warung).

Sambil bercerita bahkan main domino………hehehe

2. Talempong

Adalah sebuah alat musik pukul khas suku bangsa Minangkabau. Bentuknya hampir sama dengan instrumen bonang dalam perangkat gamelan. Talempong dapat terbuat dari kuningan, namun ada pula yang terbuat dari kayu dan batu. Saat ini talempong dari jenis kuningan lebih banyak digunakan. Talempong ini berbentuk bundar pada bagian bawahnya berlobang sedangkan pada bagian atasnya terdapat bundaran yang menonjol berdiameterlima sentimeter sebagai tempat untuk dipukul. Talempong memiliki nada yang berbeda-beda. Bunyi dihasilkan dari sepasang kayu yang dipukulkan pada permukaannya.

Talempong biasanya digunakan untuk mengiringi tarian pertunjukan atau penyambutan, seperti Tari Piring yang khas,Tari Pasambahan, dan Tari Gelombang. Talempong juga digunakan untuk melantunkan musik menyambut tamu istimewa. Talempong ini memainkanya butuh kejelian dimulai dengan tangga pranada DO dan diakhiri dengan SI.Talempong diiringi oleh akord yang cara memainkanya serupa dengan memainkan piano.jika kita kait kan dengan masa sekarang banyak para pemuda-pemudi minang yang tidak mau memainkan alat ini mereka lebih tertarik bermain piano (biar gaul katanya),bahkan beberapa remaja minang tidak tidak bisa dan tidak mau memainkanya,lebih parah lagi banyak yang tidak tau talempong itu apa yaa??

3. Kedudukan Mamak

Mamak mempunyai kedudukan yang vital dalam struktur kekerabatan minang, khususnya dalam hubungan Mamak-Kemenakan, seperti diatur dalam Pepatah Adat berikut ini.
Kamanakan barajo ka mamak,
Mamak barajo ka panghulu,
Panghulu barajo ka mufakat,
Mufakat barajo ka nan bana,
Bana badiri sandirinyo.
Dari uraian diatas, dapat dilihat bahwa mamak mempunyai kedudukan yang sejajar dengan ibu kita. Karena beliau itu saudara kandung. Sehingga mamak dapat diibaratkan sebagai ibu-kandung kita juga kendatipun beliau lelaki.

Adat Minang bahkan memberikan kedudukan dan sekaligus kewajiban yang lebih berat kepada mamak ketimbang kewajiban ibu. Adat mewajibkan mamak harus membimbing kemenakan, mengatur dam mengawasi pemanfaatan harta pusaka, mamacik bungka nan piawai.

Kewajiban ini tertuang dalam pepatah adat, ataupun dalam kehidupan nyata sehari-hari. Kewajiban untuk membimbing kemenakan sudah selalu didendangkan orang Minang dimana-mana. Namun kini sudah mulai jarang diamalkan

Pepatah menyebutkan :

Kaluak paku kacang balimbiang
Buah simantuang lenggang lenggangkan
Anak dipangku kamanakan dibimbiang
Urang kampuang dipatenggangkan.
Bahkan bagi sebagian remaja pepatah ini jadi pelesetan:
kaluak paku asam balimbiang,
tampuruang lengang lenggokan.
anak di pangku kamanakan di bantiang
urang kampuang di antuakan.

Kewajiban mamak terhadap harta pusaka antaranya dalam menjaga batas sawah ladang, mengatur pemanfaatan hasil secara adil di lingkungan seperindukan, dan yang terpenting mempertahankan supaya harta adat tetap berfungsi sesuai ketentuan adat.(Source:sebuah blog dari dunsanak kita)

Akibat dari kelalaian kita yang tak mau melestarikan budaya kita sendiri, Malaysia pernah mengklaim talempong sebagai milik mereka, berikut saya menemukan artikel mengenai itu :

“TALEMPONG MINANG DAN KLAIM MALAYSIA”

Kesenian yang berhadapan dengan masyarakat dalam arti kesenian menawarkan interpre*tasinya tentang kehidupan kepada masyarakat, kemudian masyarakat menyambutnya dengan berbagai cara.

Menurut Victor Ganap, siapakah sebenarnya yang memiliki kepedulian terhadap lagu/seni rakyat. Mereka bu*kan*lah pemusik profesional, mereka tidak lebih sekedar pencinta musik, mereka menu*lis lagu mengandalkan penga*laman, hal ini menyebabkan hampir tidak ada lagu rakyat yang secara tegas dinyatakan ditulis oleh seseorang. Hal ini tidaklah berarti jika lagu/musik rakyat sekadar sebuah “bahan baku” bagi komposisi musik, yang membutuhkan penggara*pan lebih lanjut agar dapat tetap hidup.

Sebelum sampai pada per*kem*bangan kekinian dari keberadaan musik di Minang*kabau, ada baiknya diutarakan “sekelumit (sedikit)” kebudaya*an yang memiliki hubungan dengan topik yang diberitakan.

Penemuan peninggalan sejarah yang terdapat di Mi*nang*kabau ialah kebudayaan Megalitikum berbentuk tugu-tugu atau monumen berupa batu “Menhir”. Peninggalan tersebut terdapat di kena*garian Puar Datar/Kototinggi, kenaga*rian Durian Tinggi, kenagarian Limbanang, kena*garian Guguk, kenagarian Tiakar, seluruhnya tergabung ke dalam kabupaten Lima*puluh Kota, kabupaten Agam, dan lain-lain.



Penamaan Talempong

Persoalan logam di Minang*kabau yang ditujukan kepada satu jenis alat musik yang terbuat dan menyerupai perung*gu dengan komposisi campur*an beberapa jenis logam (alloy) (tembaga, timah, kuningan, aluminium, dan besi), dikenal dengan sebutan ‘talempong’. Dalam kebudayaan orang Minangkabu alat musik logam yang ada hanya alat musik yang menyerupai ‘gamelan’. Alat musik ini dibuat di Nagari Sungai Puar, Kecamatan Su*ngai Puar, Kabupaten Agam.

Sahar Sutan Kayo, pim*pinan pondok karajo (bengkel) Saiyo, di Sungai Pua menga*takan, bahan untuk pembuatan talempong saat ini umumnya adalah berupa benda-benda logam bekas, yang oleh masya*rakat setempat disebut dengan ‘kuningan’. Bahan ini dilebur*kan, kemudian dimasukkan ke dalam cetakan yang disebut dengan “cetak lilin”.

‘Talempong’ adalah sejenis alat musik pukul terbuat dari logam. Di Minangkabau istilah alat musik pukul bukan saja terbuat dari logam, melainkan juga terbuat dari bambu, kayu, dan batu. Berdasarkan hal demikian, maka alat musik pukul yang lain itu dapat dikelompokkan dan disebut dengan  talem*pong batuang atau talem*pong sembilu (bam*bu), ta*lem*pong kayu, dan talempong batu.

Respons Pemusik Malaysia

Sebutan talempong oleh masyarakat Minangkabau memiliki perbedaan jika diban*dingkan dengan sebutan di negara tetangga (Malaysia) seperti di negeri Sembilan. Di daerah Lenggeng, Kula Pilah dan Jelebu talempong disebut dengan caklempong, bahkan ada juga yang menyebutnya dengan tak-lempung, dan telempung. Caklempung ditin*jau dari bahan baku dan cara memainkannya juga sama dengan talempong. Persamaan dan kesamaan itu disebabkan, “pemain-pemainnya percaya bahwa alat musik caklempung itu berasal dari daerah Minang*kabau di Sumatera dan dibawa ke negeri Sembilan oleh pen*datang yang berasal dari Mi*nang*kabau”. Kelompok pemu*sik ini menggunakan musik caklempung untuk mengiringi nyanyian, tarian, silat, dan di samping itu juga dimainkan sebagai musik-musik instru*mental.

Mengenai sisi lain terhadap beberapa wajah kesenian atau bentuk seni pertunjukan yang ditampilkan dalam format wisata di Malaysia, hal ini menurut pemberitaan Televisi RCTI dalam acara “Seputar Indonesia Pagi” tanggal 25 Agustus 2009 diberitakan bahwa, pemerintah Malaysia sengaja menampilkan kesenian/seni pertunjukan yang berasal dari negara-negara Asia Teng*gara termasuk negara Indonesia. Kemasan itu bertujuan hanyalah untuk meningkatkan kunjungan wisata dari negara tetangga ke negara Malaysia, dan seketika wisatawan berada di negara Malaysia, mereka seolah-olah merasakan di negaranya sen*diri.

Berbagai macam tayangan kesenian dalam bentuk audio, visual, dan audio visual, pada pemberitaan itu disampaikan bahwa, setiap tayangan atau gambar yang diambil selalu dilatar belakangi dari mana asal-usulnya kesenian tersebut. Kenyataan seperti demikian tidaklah seluruhnya pihak pariwisata Malaysia mengata*kan bahwa kesenian itu adalah asli milik mereka.

Hal inipun bukan tanpa alasan, karena kesenian ini pada umumnya dimainkan dan dikembangkan oleh bangsa Indonesia yang telah bermu*kim lama di negara Malaysia, seperti masyarakat yang berasal dari pulau Jawa dan Sumatera, bahkan mereka telah menjadi warganegara Malaysia. Pada pemberitaan ini juga ditayang*kan beberapa bentuk kesenian tradisi Indonesia lainnya seper*ti, tari kuda kepang, tari pendet, kesenian reyog ponorogo, tari pasambahan diiringi oleh ansambel talempong, dan beberapa gambar seni pertun*jukan lainnya seperti wayang kulit.

Tari pendet, dan kesenian reyog ponorogo, akhir-akhir ini merupakan berita yang hangat pula di dunia pertelevisian, karena negara Malaysia telah mengklaim, bahwa kesenian tersebut, adalah asli milik mereka

Nah yang ini saya merasa sangat bangga dan bangga sekali terhadap talempong, sebuah label atau apa ya itu namanya, telah membuat sebuah aplikasi talempong yang dapat dimainkan di i-Pad atau i-Phone, saya menemukannya dari seorang agan kaskus yang menshare ini kepada saya berikut isi postingannya :
Salam Musik Tradisi Indonesia....
kami sangat tertarik untuk membuat aplikasi Talempong buat para pengguna iPad/iPhone/iPodTouch di seluruh negara :)
ini ada sedikit demonya, Beta 1....sekarang sudah di perbaiki dan lebih mirip talempong asli, berkat kawan-kawan dari Sumbar yang bantu dalam teori dan informasi ttng talempong.
Semoga berkenan. Nantikan aplikasinya FREE di apple store, salam






0 comments:

Post a Comment