|
Sulit Air Sepakat
|
Sulit Air adalah sebuah nagari setingkat pemerintahan desa dibawah Kecamatan X Koto Diatas, Kabupaten Solok, Sumatera Barat, Indonesia. Semenjak dahulu, nagari Sulit Air terkenal sebagai pusat pemerintahan atas 13 Jorong, pusat ekonomi, pusat agama, pusat pendidikan dan pusat kebudayaan. Sulit Air mempunyai sebuah organisasi perantauan yang sangat terkenal di lingkungan perantau Minangkabau bernama SAS (Sulit Air Sepakat) yang berdiri sejak tahun 1972 dengan lebih dari 80 Cabang di seantero Nusantara dan beberapa cabang di Mancanegara seperti : Melbourne, Sydney (Australia), Kuala Lumpur, Singapura dan Amerika Serikat. Pada Nagari Sulit Air ini ada hal yang unik dari dahulu kala yaitu adanya Gunung yang mempunyai tebing rata yang vertical dengan warna Merah disebelah kiri atas dan warna Putih di sebelah kanan bawah, persis seperti bendera kebangsaan kita Indonesia. Untuk mencapai ke puncak Gunung Merah-Putih ini di buatkan Tangga (dalam bahasa Minang = Janjang) sebanyak 1.000 (seribu) anak tangga, sehingga lokasi wisata ini dikenal dengan nama "Janjang Saribu". Ada juga Titi Bagonjong, merupakan sebuah Jembatan yang menyeberangi Sungai Katialo di tengah-tengah Nagari Sulit Air yang dilengkapi atap bergonjong layaknya seperti Rumah Gadang. Ada masjid terindah di Propinsi Sumatera Barat pada era tahun 80-an dulu yang diberi nama Masjid Raya. Ada Rumah Gadang yang terpanjang di Sumatera Barat dengan jumlah ruangan atau kamar sebanyak 20 ruang, terkenal dengan nama Rumah Gadang 20 dan banyak lagi yang lain.
Sejarah
|
Gunung Merah-Putih
|
Asal mula Nagari Sulit Air ditemukan oleh Datuk Mula Nan Kewi atau biasa disebut Datuk Malakewi. Pada suatu masa terdapat perselisihan masyarakat dalam menerapkan sistem Kelarasan Bodi Chaniago (Datuk Perpatih Nan Sabatang - Demokrasi) dan Koto Piliang (Datuk Katamanggungan - Aristokrat). Sekelompok masyarakat ingin tidak tunduk kepada salah satu sistem kelarasan tersebut, atau hanya mengikuti hal-hal yang baik saja dari dua kelarasan tersebut. Oleh karenanya Sidang Kerapatan Adat di Pagaruyung menjatuhkan hukuman kepada kelompok ini dan membuangnya atau menempatkannya di Sulit Air. Hal ini diungkapkan dalam pepatah adat yang sering didengar di nagari Sulit Air yaitu "Pisang sikalek-kalek hutan, pisang timbatu nan bagatah, Koto Piliang inyo bukan, Bodi Chaniago inyo antah" Sulit Air terbentuk pertama sekali pada zaman Perang Paderi (1802-1821) sebagai Kubu Pertahanan Pasukan Paderi tersebut. Pada masa awalnya hingga hampir berakhirnya Perang Paderi, Sulit Air lebih mirip sebagai Dormitory Town (pemukiman asrama). Pada saat itu dibutuhkan titik-titik singgah yang memungkinkan pergerakan menjakau beberapa wilayah. Sulit Air merupakan sebuah lokasi yang paling memungkinkan untuk itu, mengingat posisi geografisnya yang sangat strategis. Disamping itu Sulit Air terdapat beberapa titik pantau yang bagus, seperti : Batu Api di Tanjung Alai, Bukit Kacang dan Simawang untuk melihat pergerakan di tepi Danau Singkarak; serta puncak Gunung Papan (Gunung Merah-Putih) dan bukit-bukit lainnya untuk melihat bentangan alam dari Luhak Limo Puluh Koto, Tanah Datar hingga ke Sawahlunto. Seusai Perang Paderi, negeri Sulit Air adalah merupakan tempat pilihan untuk memulai kehidupan baru bagi sebahagian mantan pasukan Paderi. Sulit Air dibangun sebagai Nagari diperkirakan dimulai pada tahun 1837.
Suku
Sulit Air terdiri dari 4 (empat) suku besar yaitu : Limo Panjang, Limo Singkek, Simabur dan Piliang. Dengan jumlah pemangku adat (Pangulu/Datuk) sebanyak 115 orang yang terdiri dari 84 orang Datuk Andiko, 15 orang Datuk Ninik dan Urang Nan Ampek Jinih 16 Orang.
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
0 comments:
Post a Comment