kaba dan tambo sebagai karya spektakuler bagi terbentuknya adat dan budaya minangkabau


Penulis menggunakan istilah spektauler, tidak lain ingin menunjukkan keberhasilan sebuah kaba atau tambo dalam menginformasikan suatu peristiwa. Kaba atau Tambo lah, yang dijadikan rujukan bagi masyarakat zaman dahulu menyampaikan sesuatu informasi. Dalam perjalanan penulis merambah rimba informasi ini, maka ditemukan ada delapan tambo yang sudah diterbitkan oleh pegiat adat dan budaya minangkabau. Semua dalam rangka menyigi dan mengulas adat minangkabau.
Penulis sependapat dengan AA.Navis, penulis buku Alam terkembang jadi guru , adat dan kebudayaan minangkabau, bahwa, Minangkabau lebih dikenal sebagai sebuah bentuk kebudayaan dari pada bentuk negara atau suatu kerajaan yang pernah ada dalam sejarah. Hal ini mungkin karena dalam catatan sejarah (Indonesia, pen), yang dapat dijumpai hanyalah hal penggantian nama kerajaan yang menguasai wilayah itu. Tidak ada suatu catatan yang dapat memberi petunjuk tentang sistem pemerintahan yang demokratis dengan masyarakatnya yang berstelsel matrilineal serta tidak ada catatan sejarah kelahiran sistem matrilineal ini sebagaimana yang dikenal orang seperti sekarang ini. (AA.Navis, Alam terkembang jadi guru , adat dan kebudayaan minangkabau, hal 1).
Dalam kenyataan itulah, penulis mencoba menguraikan suatu pengertian tentang Histori Matriarkat dan Matriarkat dalam Adat dan Budaya di Minangkabau. Untuk masa sekarang dimana masyarakat semakin kritis terhadap sumber informasi yang tersedia, seperti yang dikenal dalam Kaba dan Tambo zaman dahulu, maka meskipun Kaba atau Tambo itu merupakan hasil pusaka turun temurun dalam adat dan budaya minangkabau, haruslah disikapi dengan cara melakukan suatu kajian ilmiah berdasarkan disiplin ilmu tertentu.
Sebelum melakukan kajian ilmiah berdasarkan disiplin iilmu tertentu, beberapa bentuk informasi yang memandu kita dalam mengenal adat dan budaya Minangkabau adalah seperti yang terurai dibawah ini, yaitu;
a. Hikayat ;
Hikayat adalah salah satu bentuk sastra prosa, terutama dalam Bahasa Melayu yang berisikan tentang kisah, cerita, dan dongeng. Umumnya mengisahkan tentang kehebatan maupun kepahlawanan seseorang lengkap dengan keanehan, kesaktian serta mukjizat tokoh utama. Sebuah hikayat dibacakan sebagai hiburan, pelipur lara atau untuk membangkitkan semangat juang . (id.wikipedia.org/wiki/Hikayat).
Hikayat merupakan kisah atau cerita hasil dari buah pikiran imajinatif yang berisi nasehat dan tauladan yang baik. Hikayat termasuk karya sastra klasik, berbahasa melayu, yang dalam pengamatan penulis lebih ditujukan pada kehidupan perseorangan. Hikayat pada mulanya beredar diwilayah pesisir bagian barat Minangkabau yang pada masa dahulu, yang sangat mudah dimasuki oleh pengaruh kebudayaan dari luar. Inilah yang kita kenal dengan rabab pesisir.
Seperti diketahui, berabad lamanya pesisir pantai barat Sumatera dikuasai kesultanan di Aceh. Kesultanan tidak saja berkuasa dibidang perdagangan, juga menguasai sendi kehidupan rakyat. Bahkan Aceh dengan melakukan asimilasi terhadap tatasan social di pesisir minangkabau.
Contoh : pemakaian gelar Sidi, berasal dari Syaidd yaitu keturunan alim ulama, termasuk gelar lainnya seperti : Bagindo, Meurah, dll, yang menganut garis patrilinial.
Melalui penguasaan wilayah oleh Kesultanan di Aceh inilah, hikayat dan syair diperkenalkan ke Minangkabau. Hikayat mengkisah raja-raja dan pangeran-pangerannya, termasuk puteri-puteri, serta kehidupan rakyat yang hidup dalam lingkungan kerajaan itu.
Hikayat tidak lazim dalam falsafah alam minangkabau, karena menyimpang dari struktur sastra minangkabau.
Mengapa demikian ?
Karena gaya bahasa yang dipakai menggunakan syair dan tidak pernah menggunakan pantun. Yang dimaksud syair adalah puisi atau karangan dalam bentuk sajak. Biasanya terdiri dari 4 baris, berirama aaaa, keempat baris tersebut mengandung arti atau maksud penyair (pada pantun, 2 baris terakhir yang mengandung maksud). Syair berasal dari Arab. Ketika hikayat yang dibawa ke Minangkabau saat dikuasai kesultanan Aceh itu, maka hikayat menjadi populer pula di Minangkabau.
Hikayat Malin Kundang, misalnya, yang berkisah tentang kedurhakaan seorang anak, disaat menjadi perantau minang yang sukses. Hikayat ini, mengandung hikmah; tentang kewajiban dan bakti seorang anak kepada orang tua. Atau juga pelajaran bagi seorang perantau yang sudah sukses agar tidak melupakan jati dirinya sebagai seorang anak minangkabau. Atau juga doa seorang ibu dapat menjadi bekal bagi seorang anak yang pergi merantau.
Banyak contoh tentang edukasi yang disampaikan melalui, seperti : hikayat Malin Deman, Anggun nan tongga, Gadih Ranti, dll dalam suasana kerajaan – sesuatu yang tidak lazim bagi masyarakat egaliter minangkabau.
b. Kaba atau kabar,
adalah informasi atau keterangan menganai sesuatu kejadian.
Kaba; merupakan cerita khas Minangkabau, dengan bentuk bahasanya yang liris, ungkapan-ungkapan yang plastis dan penggunaan pantun yang cukup dominan.
Dilihat dari isi ceritanya, maka kaba dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu ;
- Kaba klasik, yang diangkat dari cerita rakyat, oleh seorang tukang kaba, yang berisikan tentang cerita pelipur lara dan kadang bersifat senda gurau dalam lingkungan masyarakat, dan
- Kaba yang baru, berisi nasehat dan tauladan yang baik atau masalah-masalah social yang terjadi dalam masyarakat.
Kaba dapat juga berupa nasehat dalam bentuk petatah-petitih, yang berasal dari penghulu adat, dll.
Jika ditinjau dari penciptaan “kaba “, maka terdapat dua periode penciptaan kaba pada masyarakat masa dahulu, yaitu ; kisah yang diambil diluar minangkabau, seperti hikayat yang diadopsi menjadi kaba, contoh kaba anggun nan tongga. Kaba ini bercerita tentang petualangan dan kisah cinta antara Anggun Nan Tongga yang bernama asli “ Anggun Cik Tunggal “. dan kekasihnya Gondan Gondoriah serta pola merantau pria minangkabau telah berlangsung saat itu. Meskipun pada awalnya dikisahkan secara lisan beberapa versi kaba ini sudah dicatat dan dibukukan. Salah satunya yang digubah Ambas Mahkota, diterbitkan pertama kali tahun 1960 di Bukittinggi.
Pada periode ini kaba berfungsi sebagai media untuk menyampaikan informasi mengenai asal usul bahkan kritik sosial, tanpa mengurangi kekuatan yang terletak pada kalimat yang penuh perumpamaan, pribahasa dan kiasan yang plastis.
c. Tambo ; berasal dari bahasa sanskerta, tambay atau tambe yang artinya : bermula. Istilah zaman sekarang adalah asal usul sesuatu.
Tambo merupakan kisah yang meriwayatkan tentang asal usul dan kejadian masa lalu yang terjadi di Minangkabau. Tambo bukan catatan sejarah yang harus dibuktikan dengan fakta-fakta yang akurat, tahun kejadian serta siapakah yang melakukan penemuan. Namun bila dikaitkan dengan suatu bukti keberadaan, maka bukti itu ada dan nyata. Tambo tidak memerlukan sistematika tertentu, sebagaimana halnya sejarah. Cara mengisahkannya disesuaikan dengan keperluan dan keadaan. Tambo bisa pula mengkisahkan sejarah bangsa lain.
Terdapat dua jenis tambo sebagai asal usul adat dan budaya minangkabau yang hidupmasih dikenal hingga masa kini, yaitu :
a. Tambo alam, yang mengisahkan asal usul nenek moyang, serta mengolah alam sebagai pilar dalam membangun sistem kemasyarakatan. Tambo ini biasanya lebih terbuka, karena semua anggota masyarakat dapat mengetahui.
b. Tambo adat, pengajaran akal dan budi, yang dikisahkan bahwa segala sesuatu yang harus dipatuhi dalam pola prikelakuan yang normative, mencakup segala cara-cara atau pola berfikir, cara bertindak yang akhirnya membentuk struktur social masyarakat atau sistem kekuasaan minangkabau pada masa lalu dan berlaku sebagai adat yang tidak lekang karena panas dan tidak basa karena hujan.
Ada pula Tambo adat ini, tidak sembarangan orang dapat mengetahuinya. Karena menyangkut privasi dari kalangan tertentu yang menyimpannya sebagai warisan atau pusaka keramat. Sehingga yang memegangnya adalah kepala suku atau orang yang akan mengantikan kepala suku itu. Tidak sembarang orang yang boleh membaca, bahkan untuk membacanya harus didahului upacara khusus.
Melalui artikel Anggun Gunawan di blognya tentang Sekilas Tentang Alam Minangkabau, penulis memperoleh data, yang berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dr. Edwar Djamaris, bahwa Tambo-tambo itu g banyak yanditulis dalam bahasa Melayu berbentuk prosa. Naskah Tambo Minangkabau ini sebagian besar ditulis dengan huruf Arab-Melayu, dan sebagian kecil ditulis dengan huruf latin. Naskah Tambo Minangkabau yang berhasil diketemukan, ada sebanyak 47 naskah. Masing-masing tersimpan di museum Nasional Jakarta sebanyak 10 naskah, di perpustakaan Universitas Leiden sebanyak 31 naskah, di perpustakaan KITLV Leiden Belanda sebanyak 3 naskah, di perpustakaan SOAS Universitas London 1 naskah, dan di perpustakaan RAS London 2 naskah.
Hanya saja penulis tidak bisa menyimpulkan, apakah tambo itu masuk kategori Tambo alam semata atau tambo adat.
Ada enam saduran cerita Tambo Minangkabau, yang sudah penulis miliki, yaitu:
(1) Curai Paparan Adat Lembaga Alam Minangkabau ( Dirajo 1979 dan 1984)
(2) Mustika Adat Alam Minangkabau (Dirajo 1953 dan 1979)
(3) Tambo Minagkabau ( Batuah 1956)
(4) Manyigi Tambo Alam Minangkabau (Drs. Mid Jamal, 1985)
(5) Tambo dan Silsilah Adat Alam Minangkabau (Basa 1966)
(6) Himpunan Tambo Minangkabau dan Bukti Sejarah (Mahmoed 1978)
Untuk ukuran masa sekarang, maka Tambo dapat dikatakan sebagai informasi budaya yang spektakuler. Penulis menyebutkan demikian, karena dari sinilah masyakakat minang, mengetahui kisah asal usul, terbentuknya adat dan budaya minangkabau kuno. Walaupun, sumber informasi yang ada tentang keminangkabauan itu, merupakan ornamen mitologi, yaitu mengkisahkan asal usul dan migrasi suku bangsa minang kabau secara fiksi (dongeng), namun ia tetap hidup hingga sekarang. Sebut saja pantun yang berbunyi, seperti ini :
Dimana mulanya terbit pelita
Dibalik tanglun nan berapi
Dimana mulanya ninik kita
Ialah di puncak gunung Merapi.
Bagaimana caranya kita mencari pembenaran, bahwa ternyata Kaba dan Tambo itu merupakan realitas yang hidup sebagai informasi asal usul adat dan budaya Minangkabau untuk masa sekarang ?
Bukankah sesuatu yang diceritakan, oleh si tukang kaba dahulu (minangkabau kuno), merupakan informasi yang tidak seragam, yang menimbulkan keragu-raguan ?
Berpijak dari konsep antropologi, khususnya antroplogi sosial yang mempelajari prilaku dan hasil kerja manusia, seperti ; sistem politik dan ekonomi, struktur kekerabatan, tatacara perkawinan, kesenian dan kesusastraan, dll, maka Kaba dan Tambo dapat dijadikan referensi terhadap asal usul manusia, asal usul adat dan budaya minangkabau berserta tradisinya. Dengan demikian, maka benarlah tambo merupakan hasil kerja imajinasi spektakuler dari nenek moyang minangkabau, yang telah mengatur dan menetapkan falsafah hidupnya dengan berguru kepada alam. Kemudian menetapkan pola kekuasaan (bukan pemerintahan, pen) yang demokratis, pemimpin Nagari yang bersifat kolektif, system ekonomi, undang-undang dan hukum, lembaga perkawinan, harta dan pusaka, termasuk sastra dan permainan rakyat dalam undang – undang..
Jika dikatakan Minangkabau sebagai subyek kebudayaan, maka kehidupan adat yang tidak lekang oleh panas dan tidak lapuk karena hujan tadi, memperkuat kesadaran masyarakat bahwa dalam mempertahankan adat dan budaya, semestinya tidak sebagai pelengkap saja.
Kembali pada uraian diatas, banyak mitologi dari Kaba atau Tambo yang bisa diuangkap sebagai fakta budaya. Terus terang penulis, mulai mempertanyakan nama “ suku bangsa kita – Minang kabau. Para ahli sejarah telah telah mengupas bahwa nama (suku bangsa) Minangkabau berasal dari “ Pinang Khabu “ sebagai country origin (tanah asal) – Ven der Tuuk. Demikian juga dalam “ menon khabu “, yang artinya tanah mulia atau mau angka bahu, yang artinya yang memerintah, dalam kupasan para penulis sejarah, seperti DR. Hussein Nainar atau M. Rasyid Manggis bahkan buku Sumatera Tengah dari Jawatan Penerangan Sumatera Tengah sekalipun.(AA. Navis. Alam takambang jadi guru, Adat dan kebudayaan minangkabau.)
Jika Tambo dianggap sebagai realitas kehidupan adat dan budaya, maka selayaknya para ahli adat dan budaya minang mengenyampingkan informasi yang imajinasi.
Demikian juga Manga radja Onggang Parlindungan, dalam lampiran tulisannya di Buku Tuank Rao, menyatakan bahwa nama Minangkabau sudah lebih dahulu ada dari kerajaan Singosari dan Majapahit. Info ini didapat dari laporan Resident Poortman, bahwa tentara Mesir /fatimiyah Dynasti, berhasil dipukul mundur di kampung Minangkabau, oleh tentara Darmasraya. Ini memberi petunjuk bahwa nama Minangkabau itu bukan karena menang kerbau. Melainkan adalah country origin dari nama suku bangsa Minangkabau itu sendiri.
Hemat penulis, jika ada tambo yang terkait dengan kisah menang kerbau hendak diubah menjadi informasi yang factual, sebagaimana yang ditulis oleh Datuk Soda dalam Situs Nagari.org yang berjudul asli “ Minangkabau sebagai Bit Informasi”. Sangat menarik untuk memahami istilah Minangkabau sesungguhnya. Bahwa istilah yang sebelumnya diriwayatkan oleh Tukang Kaba atau Tambo-tambo sebagai istilah yang berasal dari kemenangan masyarakat minang zaman dahulu dalam pertandingan aduan kerbau. Di era sekarang ini, dimana manusia tidak bisa lagi diajak memahami sesuatu dengan hal yang berbau mithos dan mistik, maka pemahaman istilah minangkabau di era bit informasi sangat perlu disebar luaskan.
Untuk memudahkan pemahaman generasi muda maka silahkan membaca artikel selengkapnya di :
sumber : http://nagari.or.id/?moda=minangkabau
Dengan demikian kita masyarakat minangkabau, lebih memiliki identitas cultural yang factual ketimbang mythos, terutama yang hidup diperantauan. Termasuk masyarakat minang yang telah berasimilasi dengan suku bangsa lain

oleh : Hifni Hafida

0 comments:

Post a Comment