RIWAYAT PEMANFAATAN KINCIR AIR DI SUMANI
Kenegarian Sumani terletak di kecamatan X Koto Singkarak Kabupaten Solok. Nagari Sumani di kelilingi oleh 4 nagari, yaitu Nagari Koto Sani, Nagari Singkarak, Nagari Saningbakar dan Nagari Tanjung Bingkung, dimana sebelah utara langsung berbatasan dengan Danau Singkarak. Kenegarian Sumani dilewati oleh Sungai Batang Lembang yang bermuara ke danau Singkarak. Daerah pertanian di kenegarian Sumani, 90% terdiri dari kawasan persawahan dengan luas lebih kurang 470 ha, dan 390 ha dari luasnya merupakan sawah tadah hujan.
Ø ALIRWAKTU 1978-1998.
Untuk memberdayakan dan meningkatkan produksi sawah petani (pertanian) untuk menghasilkan padi, sejak tahun 1976/1978 di kenegarian Sumani telah diupayakan pembangunan irigasi dengan sumber air (pengairan) dari sungai Batang Lembang. Upaya memanfaatkan Batang Lembang sebagai sumber pengairan, dilakukan melalui pembangunan proyek pompanisasi bantuan dari Pemerintah Swiss, dengan menggunakan 5 buah mesin pompa generator diesel berukuran besar dengan kekuatan 43 PK/unit, yang mampu mengairi seluruh area sawah tadah hujan di kenegarian Sumani. Sejak adanya proyek pompanisasi tersebut, produksi padi di kenegarian Sumani meningkat dengan tajam dan hal ini berlangsung sampai tahun 1998.
Ø ALIRWAKTU 1998.
Terjadinya krisis ekonomi tahun 1997/1998, ternyata membawa dampak negatif terhadap kelanjutan proyek irigasi/pompanisasi Sumani. Dengan naiknya harga BBM, biaya BBM untuk operasional 1 unit mesin untuk 1 kali musim tanam mencapai Rp 30 juta. Berarti untuk 1 kali musim tanam (4-5 bulan), biaya BBM untuk operasional 5 unit mesin pompa adalah sebesar Rp 150 juta, di dalam biaya tersebut belum termasuk biaya perawatan untuk ke 5 unit mesin pompa tersebut. Akibatnya, petani di kenegarian Sumani tidak sanggup lagi membiayai operasional proyek pompanisasi ini. Sehingga aktifitas mesin pompa air tersebut total berhenti, tahun 1998.
Ø ALIRWAKTU 1998-2008.
Sejak tidak berfungsinya mesin pompa air untuk irigasi pertanian, sangat besar dampak negatifnya pada perekonomian pertanian di Sumani. Saluran irigasi tidak lagi berisi air, siklus panen tidak lagi 5 kali dalam 2 tahun, petani terpaksa kembali ke sawah tadah hujan, yaitu ketergantungan pada musim hujan, seperti sebelum tahun 1978. Cukup lama, 10 tahun.
Ø ALIRWAKTU 2008-sekarang.
Pada tahun 2008 dengan beberapa kali musyawa-rah antara Pemerintahan Nagari dengan masyara-kat, akhirnya timbul kesepakatan bahwa solusi untuk mengatasi masalah pengairan adalah dengan membangun Kincir Air di sepanjang sungai Batang Lembang. Hasil kesepakatan itu mewujudkan terbangunnya 3 unit Kincir Air dari 18 unit yang dibutuhkan, dengan memanfaatkan Dana PNPM - Masyarakat Mandiri sebesar Rp.330.243.000,- (sudah termasuk biaya untuk membangun saluran batu kali dengan kapasitas 312 m3).Pembangunan 3 buah kincir air ini, baru mampu mengairi kurang lebih 22 ha dari 390 ha luas sawah tadah hujan, berarti masih dibutuhkan minimal 15 buah kincir air lagi agar seluruh sawah tadah hujan di kenegarian Sumani akan dapat diairi tanpa ketergantungan pada musim hujan. Biaya untuk membangun 1 buah kincir air berkisar Rp 65-100 juta, maka tahapan pembangunan dilakukan sambil masyarakat Sumani berikhtiar mendapat peluang pembiayaan dari pemerintah daerah ataupun pusat.
Beralih dari penggunaan mesin pompa air dan kembali ke Kincir Air, membuat komunitas yang bersangkutan kembali memupuk budaya berperilaku Mandiri, melepaskan diri dari keter-gantungan; berperilaku Hemat, dimana biaya utama operasional adalah Rp 0,-; dan berperilaku Adil, dalam distribusi dan memanfaatkan sumber daya air untuk kehidupan komunitas secara bersama.
Keputusan kembali ke Kincir Air adalah keputusan cerdas oleh pemuka komunitas Sumani, setelah bertahun-tahun tergantung pada 5 unit mesin pompa air dengan kapasitas 43PK/unit, dan memerlukan 25.000 liter minyak diesel, per-musim tanam (4-5 bulan).
Sebagai proyeksi:
Sebagai proyeksi:
a) Bila seluruh kincir air itu sudah terbangun, 18 unit untuk mengairi 390 Ha lahan pesawahan, maka dari berbagai sudut pandang manfaat yang besar akan didapat oleh komunitas Sumani adalah penghematan sebesar Rp 150 juta, dihitung dari pembiayaan sebelum nya per musim tanam, setara harga minyak diesel per-liter saat itu.
b) Bila dipandang dari upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup, penilaian yang sederhana dapat dilakukan dengan pendekatan konversi neraca massa dan energy, bahwa : 25.000 liter minyak diesel tersebut tidak terjadi pembakaran (fuel combustion) sebagai penggerak mesin pompa air, artinya salah satu parameter emisi gas buang dapat dicegah mencemari udara, sekitar 70 ton CO2 per-musim tanam.
0 comments:
Post a Comment