gasiang tangkurak
Jenis gasiang yang biasa
difungsikan sebagai media untuk menyakiti dan menganiaya orang lain secara
magis. Gasiang tingkurak bentuknya mirip dengan gasiang seng yang pipih, tetapi
bahannya dari tengkorak manusia. Gasiang seperti ini hanya bisa dimainkan oleh
dukun, orang yang memiliki kemampuan magis. Sambil memutar gasiang, dukun
membacakan mantra-mantra. Pada saat yang sama, orang yang menjadi sasaran akan
merasakan sakit, gelisah dan melakukan tindakan layaknya orang sakit jiwa. Misalnya, berteriak-teriak, menarik-narik
rambut, dan yang paling popular- memanjat dinding. Pekerjaan ini biasanya
dilakukan pada malam hari. Bila dukun bisa mempengaruhi korbannya, maka korban
akan berjalan menemui dukun atau orang lain yang meminta dukun melakukan hal
demikan. Di antara isi mantra dukun itu berbunyi, jika korban sedang tidur suruh
ia bangun, kalau sudah bangun suruh duduk, jika duduk suruh berjalan, berjalan
untuk menemui si anu.... Penyakit magis yang disebabkan oleh gasing tangkurak ini lazim
disebut Sijundai .
Ilmu magis yang memanfaatkan gasiang
tingkurak untuk menimbulkan penyakit sijundai merupakan ilmu jahat yang
dijalankan melalui persekutuan dengan syetan. Ilmu ini beredar luas dan dikenal
oleh masyarakat di pedesaan Minangkabau pada umumnya. Hal ini misalnya terlihat
pada popularitas lagu Gasiang Tangkurak ciptaan Syahrul Tarun Yusuf dinyanyikan
oleh Elly Kasim, seorang penyanyi Minang legendaris.
Gasiang tangkurak biasanya digunakan membalas
dendam. Seseorang datang kepada sang dukun untuk menyakiti seseorang dengan
sejumlah bayaran. Ukuran harga yang lazim digunakan adalah emas. Sebagai syarat
pengobatan, biasanya dukun meminta emas dalam jumlah tertentu sebagai tanda,
bukan upah. Tanda ini akan dikembalikan jika sang dukun gagal dalam menjalankan
tugasnya. Tetapi kalau ia berhasil, maka uang tanda ini diambil, dan pemesan
harus menambahnya dengan uang jasa.
Selain untuk menyakiti, ada dukun tertentu
yang menggunakan gasiang tingkurak untuk mengobati penyakit yang disebabkan
oleh hal-hal magis. Yang lainnya, gasiang sering juga dipakai sebagai media
untuk mensugesti orang lain menjadi tertarik pada diri kita. Ilmu terakhir ini
biasa disebut Pitunang .
Sesuai dengan namanya, bahan utama gasiang
tingkurak adalah tengkorak manusia yang sudah meninggal. Gasiang ini hanya bisa
dibuat oleh orang yang memiliki ilmu batin tertentu. Pada berbagai daerah
terdapat beberapa perbedaan menyangkut bahan tengkorak yang lazim dan paling
baik digunakan sebagai bahan pembuat gasing tangkurak. Pada beberapa daerah,
tengkorak yang biasa digunakan adalah tengkorak dari seseorang yang mati berdarah.
Daerah yang lain lebih menyukai tengkorak
dari orang yang memiliki ilmu batin yang tinggi khususnya untuk pengobatan,
sedangkan daerah yang lain lagi percaya bahwa tengkorak dari wanita yang
meninggal pada saat melahirkan merupakan bahan paling baik. Bahkan pada daerah
tertentu, seorang informan menyebutkan bahwa tengkorak yang paling baik adalah
tengkorak anak-anak yang telah disiapkan sejak kecil. Anak itu dibawa ke tempat
yang sunyi, kemudian dipancung. Tengkorak yang masih berdarah itulah yang dijadikan
bahan untuk gasiang tengkorak.
Bagian tengkorak yang digunakan adalah pada
bagian jidat. Pada hari mayat dikuburkan, dukun pembuat mendatangi kuburan,
menggali kubur dan mayatnya dilarikan. Tengkorak yang diambil adalah pada
bagian jidat, karena dipercaya pada bagian inilah terletak kekuatan magis
manusia yang meninggal. Ukuran tengkorak yang diambil tidak terlalu besar,
kira-kira 2 X 4 cm. Saat mengambil tengkorak mayat, dukun membaca mantra khusus
sambil menyebut nama si mayat.
Setelah diambil, jidat itu dilubangi dua buah
di bagian tengahnya. Saat terbaik untuk membuat lobang adalah pada saat ada
orang yang meninggal di kampung tempat pembuat gasiang berdomisili. Saat
demikian dipercaya akan memperkuat daya magis gasiang. Kemudian pada kedua lubang
itu dimasukkan benang pincono, atau benang tujuh ragam. Gasiang dan benang itu
kemudian diperlakukan secara khusus sambil memantra-mantrainya. Gasiang itulah
kemudian yang digunakan untuk menyakiti orang.
Ada lagi jenis gasiang lain, yang fungsinya
hampir sama dengan gasiang tingkurak. Gasiang ini terbuat dari limau puruik (
Citrus hystrix ) dari jenis yang jantan dan agak besar. Pada limau itu dibacai
mantra-mantra. Limau purut ditaruh di atas batu besar, kemudian dihimpit dengan
batu besar yang lain. Batu itu sebaiknya berada di tempat terbuka yang disinari
cahaya matahari sejak pagi hingga petang. Sebelum dihimpit dengan batu,
dibacakan mantra. Limau dibiarkan hingga kering benar, setelah itu baru dibuat
lobang ditengahnya. Ke dalam lobang itu digunakan banang pincono, atau benang
tujuh warna.
Gasiang jenis ini biasanya dipakai untuk
masalah muda-muda dan pengobatan. Pemakaian gasiang ini menggunakan perhitungan
waktu tertentu yang didasarkan pada pembagian waktu takwim. Untuk kepentingan
muda-mudi, waktu yang lazim dipakai adalah waktu Zahrah, sedangkan untuk
pengobatan dilakukan pada waktu Syamsu. Untuk tujuan baik, tidak ada pantangan
saat menggunakan gasiang. Tetapi untuk hal yang jahat, maka pengguna harus
menghindari seluruh hal yang berkaitan dengan jalan Tuhan harus dihindari.
Urang Solok mamakan siriah
Duduak bajuntai di pamatang
Kok indak talok dek pakasiah
Iko sijundai nan kadatang ,
lah lapuak lapiak nan diateh lantai
dibawah lapiak banyak kapindiang
kok dicaliak urang kanai sijundai
karajonyo mamanjek dindiang
karupuak sanjai dibao dalam katidiang
dijujuang urang sampai ka sungai tanang
kanai sijundai dapek mamanjek dindiang
tantu labiah santiang mamajek batang pinang
uok jariang jo uok patai
nan katigo pucuak japan
jikok takuik kanai sijundai
jan baranti mambaco alquran
sumber : http://www.urangminang.com
0 comments:
Post a Comment